Pages

Minggu, 09 September 2012

Senja Riang di Sudut Ruang

Assalamu'alaikum wr.wb. Hmm hallo semuaaa, saya kembali akan mem-posting topik baru. Kali ini tentang buku :) buku yg berisi antologi puisi yg baru saja launching kemarin tanggal 8 September 2012.
Saya pribadi memang sangat hobi membaca. Apapun saya baca deh hehehe tapiii yg paling sering yaa buku novel-pembangun jiwa-(dan kali ini) puisi. Dulu waktu saya SMP, saya suka sekali membuat puisi. Dan kata teman yg sering saya beri puisi itu, dia berkomentar,"puisinya lumayan, kamu bakat jadi pujanggawati, kamu romantis". Huahahahaaha saya dulu sih ngerasa "saya romantis? Nyeeh!" apa banget gitu ngerasanya. Tapi setelah dipikir-pikir menuangkan suatu perasaan dalam bentuk tulisan itu mengasikkan lho! Beneran! Ini buktinya saya memutuskan untuk blogging. Ya saya tahu, saya nge-blog benar-benar tidak spesifik, apapun di-posting. Tapi ga apa ya? Saya suka cerita, berbagi dan sharing :)

Okay langsung saja deh yaa! Jadi ini mengenai buku "Empat Cangkir Kenangan", buku antologi puisi yang diangkat dari empat manusia-empat kota-empat kenangan: Adimas Immanuel-Solo-Metafor & Deskripsi, Bernard Batubara-Pontianak-Gaya Lugas, Esha Tegar Putra-Padang-Hutan sbg setting dan Mohammad Irfan-Ambon-Mengenai Laut. Cukup unik konsep pembuatan buku ini. Oiya, buku ini saya dapat dengan cara Pre-Order sebelum hari H launching. Waktu itu saya pesan juga ga begitu niat amat sih (jujur yaa hehe) soalnya dapet potongan, lumayan cuuuy! Saya lihat avatar twitter Adimas Immanuel adalah cover buku itu, penasaran saya langsung ngetweet doi. Eeeh pas bgt dibales, diksh tau cara order, saya order lalu terjadilah transaksi ekonomi antara saya dan serba indie (toko online, red) by email & transfer bank. Coba deh jump to laman twitternya @serbaindie :D

Huuuuff capai saya bercerita, udahlah langsung aja yaa? Jadi bukunya udah nyampe tuh hari Jumat siang, tapi rumah pas kosong, akhirnya si kurir sms saya,"Mba Lukita, saya dr kurir *piiiip* tadi mau antar paket ke rumah, tapi pas kosong, jadi saya titip di agen dpn *piiiip*". Besoknya saya jemput sendiri itu paket ke agen yg dimaksud si kurir. Betapa mandirinya sayaaa -_______________-

Ini penampakan pengiriman buku untuk saya dari serba indie. 
Dan ternyata dapet totebag jg dari Heracles :)

Peluncuran buku ini diadakan pada tanggal 8 September 2012 di Rock Opera Cafe Jogja, pemirsaaaa! Saya mengajak teman saya, Dyka, untuk menemani hihi cuma masalahnya kami sama-sama kurang keluar sense puisi-puisian (iya keluarnya pas kalo kulineran aja sensenya -_-). Kami menuju tempat itu sekitar jam setengah 4 sore lebih sedikit, ternyata belum dimulai. Pas sampe sana yaa, saya menyadari bahwa saya berpakaian sangat apa adanya -________- makanya saya terus bilang ke Dyka,"we are trapped by the community". Haduuuh mba-mba yg dateng dong gaul maksimal meeen, aku apa? Gaulundeng zzzz.

Acara akhirnya dimulai sekitar jam setengah 5 sore. Acara diawali dengan tos menggunakan 4 cangkir oleh para penulis dan dilanjutkan pembacaan puisi dari Mas Bernard Batubara yg berjudul,"Tak Mungkin Dengan Sederhana" oleh Mba Jia Effendi, kemudian dilanjutkan dengan sesi ngobrol-ngobrol santai yg dipimpin oleh Om Em dari serba indie. Hmmm kebetulan yg dateng ke lokasi, hanya 2 penulis saja, Adimas dan Mas Bara, 2 yg lain sibuk sepertinya, apa lagi jauh lokasi mereka. Oh, okay, baiklah ..

Setelah obrolan santai sebentar, dilanjutkan dengan accoustic performance dari Kiki and The .... apa yaa? Oh maafkan, saya lupa -______- Mas Kiki, saya mohon maaf :-|
Acara dilanjutkan dengan tanya-jawab dan pembacaan puisi lagi karya Adimas yg berjudul "Engkau Berjanji Tak Akan Menangis Lagi" oleh Mba Jia. Lalu peserta yg datang diperbolehkan untuk book sign dan foto bersama penulis. Oiya pada saat tanya jawab itu Mas Bara sempat bercerita mengenai ke-khas-annya dalam menulis puisi. Dia sering menulis sesuatu (bisa nama, bulan, tahun) setelah judul atau di bagian paling akhir puisi dgn tanda titik dua, yg paling sering di buku ini dia menuliskan :Lakhsmi setelah judul puisinya. Katanya, dengan menuliskan seperti itu atau melabeli begitu, ketika dia membaca lagi, suasana yg didapat sama seperti ketika pertama kali menulis dan membaca puisi tersebut. Waaah! Sukses yaa buat para penuliiis :)

Dimulainya acara dengan tos menggunakan 4 cangkir :)


Mba Jia Effendi yg sedang membacakan puisi :)


 Interview dengan (dari kiri-kanan): Om Em (dari serba indie), 
Adimas Immanuel dan Bernard Batubara

 
 Accoustic performanced by Kiki and The ..... (saya lupa, maafkan)


 Saya dan Adimas Immanuel, saya memakai baju main dong yaa, padahal cewe-cewe lain necis!


Saya dan Mas Bara, bener kan saya abal sekali -____-


And finally, this book! Saya sudah membacanya, saya sukak :)


Sukses untuk serba indie dan para penulis! :)

Ada bagian puisi di buku ini yg saya suka, bagian dari puisi "Membilang Kita" karya Adimas Immanuel. Salah satu bait yg saya suka, begini bunyinya:
Tetapi aku percaya bahwa takdir
selalu punya jumlah yang ganjil,
sebab adamu menggenapkannya
Mau tau lebih banyak? Beli bukunya dong yaa .. Ke @serbaindie aja :)

Sekian laporan yg dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat yaa :)
Mohon maaf untuk segala kesalahan, apalagi Mas Kiki :-|
Terimakasih semuaaa :)
Wassalamu'alaikum wr.wb.





Kamis, 30 Agustus 2012

Di Dalam Angka 9

Assalamu'alaikum wr.wb.
Hallooo semua! Bagaimana kabar? Sehat? Alhamdulillah! Sakit? Semoga lekas sembuh yaa :)
Oiya, sebelumnya, mohon maaf lahir dan batin yaa .. Selamat lebaran 1 Syawal 1433 H yang jatuh pada tanggal 19 Agustus 2012 lalu. Semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT dan kita bisa terus meningkatkan ketakwaan setelah Ramadhan usai, lalu masuk Syawal dan nantinya kembali bertemu Ramadhan, aaamiin *panjangnyaaa*

Hmmm saya ini nulis blog nggak konsisten ya? Saya nggak spesifik nulis satu macem aja, tapi semua yang saya suka hahahaha gapapa deh yaa? Saya suka sharing apapun, dan semoga semuanya bermanfaat :)
Kembali lagi ke topik. Saya akan menjabarkan beberapa hal dari sumber-sumber yang didapat dan mungkin sedikit pendapat saya mengenai angka 9. Dan kenapa saya memilih angka 9? Bukan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 atau 10? Kenapa yaa? Spesifiknya saya kurang tahu, tapi yang jelas saya menyukai angka 9 itu. Dari bentuknya saya suka, dari namanya pun suka "sembilan". Aneeh ya saya? :-|



Okay, sekarang saya akan membahas beberapa sumber yang saya dapat, yuuuk!
1. Di dalam Islam, angka sembilan memiliki keistimewaan. Misalnya nama Allah yang Mahaindah (al-Asmaul Husna) yang terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah berjumlah Sembilan Puluh Sembilan.
Angka sembilan dalam pandangan Islam tidak identik dengan keberkahan atau keberuntungan. Masalah berkah dan untung tidak ditentukan dan tidak dipengaruhi oleh angka atau hari tertentu. Namun, ditentukan oleh Iman dan takwa.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (QS. Al-A'raf: 96)
Angka Sembilan tidak mampu mendatangkan keberuntungan atau kesialan. Keberuntungan dan kesialan hanya ada di tangan Allah. Jika Allah menginginkan kebaikan turun kepada seseorang tak ada seorangpun yang mampu menahannya. Dan jika Allah menghendaki kesulitan dan bencana menimpa seseorang tak seorangpun bisa menghcegah, memalingkan atau menghindarkannya kecuali Allah sendiri.
 (http://www.voa-islam.com/islamia/aqidah/2009/09/11/1075/ada-apa-dengan-angka-9/)

2. Dalam bahasa Mandarin, pengucapan kata sembilan (qiu) mirip dengan pengucapan kata panjang umur atau kekal. Bahkan dalam laman MSNBC mengungkapkan bahwa angka sembilan berada di peringkat kedua setelah angka delapan sebagai angka keberuntungan dalam primbon China kuno. Selain itu, sebagai angka ganjil, angka sembilan dianggap sebagai angka maskulin atau jantan yang digdaya karena merupakan angka tunggal yang paling besar. (http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/09/sembilan/)

3. Seorang numerologist modern dan ahli sejarah Yunani lama, Aristoxenus juga mengungkapkan kalau angka sembilan memiliki makna positif dan negatif. Dari sisi positif angka sembilan itu bermakna ampunan, kesabaran, dan kesuksesan; sedang dari sisi negatifnya angka sembilan tersebut bermakna arogan dan kebanggaan pada diri sendiri. (http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/09/sembilan/)

4. Di Jepang, angka sembilan itu identik dengan penderitaan dan dinilai tidak beruntung. Bahkan dianggap sama dengan angka empat, yang bermakna kematian. (http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/09/sembilan/)

5. Dunia astrologi menganggap bahwa angka sembilan yang melambangkan Mars tersebut merupakan angka puncak atau tertinggi. Astrologi memaknai angka sembilan sebagai angka yang bersifat pantang menyerah, aktif, dan penuh kemauan. Orang-orang yang lahir pada tanggal tersebut diramal akan memiliki sifat-sifat seperti itu. Namun jangan tersenyum dulu, orang yang lahir di tanggal sembilan juga rentan terhadap kecelakaan maupun cedera, dan suka bertengkar. Boleh percaya atau tidak namanya juga ramalan astrologi atau ilmu perbintangan. Nasib dan takdir tetap ada di tangan Tuhan. (http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/09/sembilan/)

6. 9 (sembilan) adalah sebuah angka, sistem bilangan, dan nama dari glyph yang mewakili angka tersebut. Angka ini merupakan bilangan asli di antara 8 dan 10. (http://id.wikipedia.org/wiki/9_%28angka%29)

7. Di dalam mitologi China, terdapat makhluk yang bernama Liong () atau dalam ejaannya "Lung" yang umumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah Naga. Naga juga memiliki kaitan yang sangat erat dengan angka "9". Naga China sesungguhnya memiliki 9 karakteristik yang merupakan kombinasi dari makhluk-makhluk lainnya. (http://www.tionghoa.info/2012/08/karakteristik-naga-dan-angka-9.html)

8. Angka 9 ini spesial lho penulisannya dalam angka romawi. Kenapa? Karena dia hampir mirip dengan angka 11. Angka 9 ditulis IX dan angka 11 ditulis XI. Nah saya masih bingung juga, kenapa ya angka 9 ditulis begitu dalam angka romawi? Maksud saya, kenapa harus hampir mirip dengan angka 11? Iya sih, angka 11 itu dari X yang berarti 10 ditambah I yang berarti 1, maka jadilah angka 11 dalam angka romawi >> XI. Tuh kan ngomongin angka 9 iniiii, kenapa yaa jadi IX? -_____-

9. Yang ini, yang terakhir menurut saya sendiri juga seperti di nomer 8 tadi. Pendapat saya sedikit aneh yaa? -_- Angka 9 bagi setiap seorang bisa berbeda makna. Ada yang menginterpretasikan itu bagus ataupun jelek. Nah kalau menurut saya, karena Allah menyukai yang ganjil, dan angka 9 adalah ganjil, maka saya melihatnya indah hihihi dan sepanjang opini yang saya jabarkan ini terdiri dari 9 nomer  juga ngeeek! Bentuk angka 9 juga unik. Memiiliki satu lingkaran di atas dan semacam satu kaki serong ke kiri. Jadi, kalo menurut saya, bulatan di atas itu adalah sifat, watak, pemikiran, kehidupan seseorang yang dibungkus oleh suatu wadah bulat dan disangga oleh satu kaki. Satu kaki? Ya, maka dari itu, orang itu harus bisa menjaga keseimbangannya agar sifat, watak, pemikiran dan kehidupannya tidak jatuh atau hancur nantinya. Lalu kenapa harus kakinya serong ke kiri? Karena seseorang tersebut kreatif, menggunakan otak kiri, tidak melulu serba kanan *jadi ippho holic* hihihi

Sekian beberapa penjabaran saya mengenai angka 9. Semoga menarik hati ya? Xixixixi
Dan semoga bermanfaat :)
Wassalamu'alaikum wr.wb.

Selasa, 29 Mei 2012

STANDAR PROFESI RADIOGRAFER 2007

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 375/MENKES/SK/III/2007
TENTANG
STANDAR PROFESI RADIOGRAFER


 
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 375/MENKES/SK/III/2007
TENTANG
STANDAR PROFESI RADIOGRAFER
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Radiografer dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 133/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Radiografer Dan Angka Kreditnya.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 366 Tahun 1997 tentang Pelayanan Radiologi di Sarana Kesehatan. 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi Dan Izin Kerja
Radiografer;
MEMUTUSKAN:
 Menetapkan
Kesatu
Kedua Ketiga
Keempat
Kelima
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI RADIOGRAFER.
Standar Profesi Radiografer dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini,
Standar Profesi Radiografer sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan sebagai pedoman bagi Radiografer dalam menjalankan tugas profesinya.
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-rnasing.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Maret 2007
MENTERI KESEHATAN

DR.dr. SITI FADILAH SUPARI. Sp.J(K)


 
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 375/MENKES/8K/IH/2007 TANGGAL : 27 Maret 2007
STANDAR PROFESI RADIOGRAFER
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Radiofgrafer adalah tenaga kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yarig berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi dan imejing di unit Pelayanan Kesehatan. Radiografer merupakan tenaga kesehatan yang member! kontribusi bidang radiografi dan imejing dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
Radiografer lebih banyak di dayagunakan dalam upaya pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, utamanya pelayanan kesehatan yang menggunakan peralatan / sumber yang mengeluarkari radiasi pengion dan non pengion. Saat ini radiografer di dalam menerapkan kompetensinya masih difokuskan pada pelayanan radiologi, yaitu meliputi pelayanan kesehatan bidang radiodiagnostik, imejing, radioterapi dan kedokteran nuklir.
Dalam menjalankan tugasnya baik secara mandiri maupun dalam satu tim dengan tenaga kesehatan lainnya (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Spesialis Radiologi, Dokter Kedokteran Nuklir, dll ) memberikan pelayanan kesehatan bidang radiasi kepada masyarakat umum maupun ilmiah sesuai dengan tugas dan fungsinya sebatas kewenangan yang di landasi oleh Etika Profesi.
Secara umum tugas dan tanggung jawab Radiografer, adalah :
1. Melakukan pemeriksaan pasien secara radiografi meliputi pemeriksaan untuk radiodiagnostik dan imejing termasuk kedokteran nuklir dan ultra sonografi (USG)
2. Melakukan teknik penyinaran radiasi pada radioterapi.
3. Menjamin terlaksananya penyelenggaraan pelayanan kesehatan bidang radiologi / radiografi sebatas kewenangan dan tanggung jawabnya.
4. Menjamin akurasi dan keamanan tindakan proteksi radiasi dalam mengoperasikan peralatan radiologi dan atau sumber radiasi.
5. Melakukan tindakan Jaminan Mutu peralatan radiografi.
Tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan bidang radiologi yang semakin meningkat, mengharuskan setiap Radiografer untuk bekerja secara profesional. Profesionalisme Radiografer akan di uji dalam kompetisi global yang akan terjadi di era globalisasi. Oleh karena Itu, Radiografer Indonesia dituntut untuk memiliki kompetensi standar yang wajib dimiliki oleh setiap Radiografer untuk bekerja di sarana pelayanan kesehatan. Kompetensi standar Radiografer yang di susun ini






mengacu pada kompetensi sejenis di luar negeri, akan menempatkan Radiografer Indonesia setara dengan Radiografer di luar negeri.
Untuk mendukung keadaan tersebut, maka Radiografer Indonesia dituntut juga memiliki kemampuan berbahasa asing khususnya bahasa Inggris dengan baik dan benar serta pengetahuan / pemahaman sosio kultural berbagai negara, Selain itu, dalam menjalankan tugas dan fungsinya radiografer Indonesia diwajibkan juga memenuhi hukum dan etika profesi yang berlaku.
B. RUANG LINGKUP
Tanggung jawab Radiografer secara umum adalah menjamin terselenggaranya pelayanan kesehatan bidang radiologi / radiografi dengan tingkat keakurasian dan keamanan yang memadai. Tanggung jawab dan tugas tersebut meliputi semua sarana pelayanan kesehatan bidang Radiologi mulai dari Puskesrnas sampai dengan Rumah Sakit yang menyelenggarakan pelayanan Radiodiagnostik, Radioterapi dan Kedokteran Nuklir.
C. TUJUAN
Kompetensi ini penting bagi Radiografer Indonesia dan bertujuan untuk menjadi acuan dalam menjalankan tugas dan fungsinya disarana pelayanan kesehatan serta dalam mengembangkan pengetahuan dan keahlian dalam rangka meningkatkan profesionalisme Radiografer.
Kompetensi Radiografer ini mencakup kompetensi umum yaitu kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai dalam rangka globalisasi dan kompetensi khususnya, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan fungsl yang dimiliki oleh radiografer Indonesia.
D. PENGERTIAN
1. DEFINISI RADIOGRAFER
a. Kode Etik Radiografer
Radiografer adalah suatu profesi yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, bukanlah profesi yang semata-mata pekerjaan untuk mencari nafkah akan tetapi merupakan pekerjaan kepercayaan.
b. Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan & Kepala BKN No.049/Menkes/SKB/l/2003.
Radiografer adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan radiografi pada unit pelayanan kesehatan.
c. Kep. Men.Kes. No.1267/Menkes/SK/XII/1995
Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan APRO/D-III Radiologi/ATRO dan Pendidikan Asisten Rontgen.



d. Keputusan Rakernas PARI Tahun 2006
Radiografer adalah tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan kegiatan radiografi, imejing, kedokteran nuklir dan radioterapi di pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
2. TUGAS RADIOGRAFER
Didalam bidang pelayanan radiologi tugas Radiografer dapat diuraikan sebagai benkut:
a. Di bidang Radiodiagnostik
Melakukan pemeriksaan secara radiografi pada organ-organ tubuh sesuai dengan permintaan pemeriksaan radiologi yang hasilnya digunakan untuk menegakkan diagnosa oleh dokter spesialis radiologi.
Hasil pemeriksaan radiografi ditentukan dan atau dipengaruhi oleh faktor eksposi, teknik pemeriksaan, teknik prosesing film, kualitas cairan prosesing dan kualitas peralatan yang digunakan. Untuk dapat menghasilkari tampilan radiografi yang dapat dinilai maka semua faktor – faktor tersebut diatas dapat dipahami, di mengerti dan dilakukan dengan baik dan benar oleh Radiografer.
b. Di Bidang Radioterapi
Melakukan teknik dan prosedur terapi radiasi sebagaimana mestinya sesuai dengan rekam medik rencana penyinaran yang telah ditetapkan melalui proses treatment planning oleh fisikawan medik dan telah ditetapkan oleh dokter spesialis radiologi, baik jenis dan tenaga radiasi, posisi penyinaran lamanya selang waktu penyinaran, dosis radiasi, sentrasi, separasi serta luas lapangan penyinaran.
Pemasangan wedge serta lain sebagainya. Dengan demikian radiogrfer harus mampu secara professional membaca dan menerjemahkan/menginterpretasi status/ rekam medik terapi radiasi sehingga tidak terjadi kesalahan teknis. Begitu pula mampu memanipulasi peralatan pesawat/sumber radiasi yang semakin canggih, serta pemakaian alat bantu terapi radiasi dan yang terpenting adalah merasa empati kepada pasien yang dilakukan penyinaran, sehingga dapat memberikan informasi mengenai penyinaran yang dilakukan dan selalu bertanggung jawab terhadap setiap besarnya dosis radiasi yang diberikan kepada pasien. Dengan demikian tingkat keakurasian pemberian radiasi tidak saja tergantung kepada keakurasian treatmen planning serta keahlian klinis tetapi juga tergantung kepada teknik dan prosedur terapi radiasi.










c. Di Bidang Kedokteran Nuklir
Melakukan teknik dan prosedur pemeriksaan dengan sumber terbuka melalui treasure/perunutan paparan radiasi yang keluar dari tubuh pasien dengan menggunakan pesawat yang berfungsi sebagai detektor radiasi, baik detektor pencacah yang mengukur tingkat intensitas radiasi maupun detector yang mampu mendeteksi tingkat intensitas maupun kualitas radiasi. Pengelolaan sumber radiasi terbuka berupa radiofarmaka, mulai dari penerimaan bungkusan radiasi sampai pemanfaatan dan pengolahan limbah radiasi perlu ditangani secara professional sehingga tidak rnenimbulkan penambahan tingkat radiasi di alam dan tercapainya kesehatan dan keselamatan kerja dengan radiasi sumber terbuka. Pengetahuan dan ketrampilan pemakaian pesawat kedokteran nuklir sangat diperlukan untuk menghasilkan gambaran/imejing yang memadai sehingga ekspertise yang dilakukan oleh dokter ahli kedokteran nuklir mempunyai tingkat keakurasian yang dapat dipertanggung jawabkan keselamatannya.
d. Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja dengan Radiasi
Melakukan prosedur kerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya, karena sebagian besar radiografer adalah petugas proteksi radiasi ( PPR ) maka bertugas untuk melakukan upaya–upaya tindakan proteksi radiasi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja radiasi, pasien dan lingkungan. Evaluasi tindakan proteksi radiasi yang telah dilakukan merupakan salah satu kemampuan dari petugas Proteksi Radiasi termasuk pengujian terhadap efektifitas dan efisiensi tindakan proteksi sehingga radiografer mampu membuat suatu sistem tindakan proteksi radiasi yang lebih baik.
e. Pengelolaan Sarana dan Prasarana Peralatan Radiologi dan Radioterapi
Mutu pelayanan kesehatan bidang radiologi tidak saja ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia penyelenggara pelayanan, tetapi juga sangat ditentukan oleh kualitas sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan, oleh sebab itu kemampuan radiografer dalam mengelola khususnya memelihara sarana, prasarana dan peralatan radiologi dalam batas kewenangannya sangat menentukan kualitas hasil layanan yang diberikan. Pemeliharaan tersebut meliputi pemeliharaan kontak film screen, viewing Box, safe Light untuk kerja otomatis prosesing film, kebersihan pesawat, yang semuanya tercakup dalam upaya dan tindakan Quality Assurance radiology.
f. Pelayanan Belajar Mengajar
Melakukan kegiatan beiajar mengajar terus menerus baik secara individual maupun secara kelompok dengan media pembelajaran dalam dan luar negeri, interaksi pembelajaran ilmiah dengan lingkungan kerja, sesama profesi dan atau dengan profesi lainnya melalui seminar, workshop dan pendidikan pelatihan berkelanjutan.
Radiografer juga bertugas memberikan inforrnasi keilmuan dan keterampilannya kepada semua pihak yang membutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan dibidang IPTEK radiologi dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Memberikan bimbingan kepada mahasiswa program D III Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi baik sebagai instruktur PKL maupun sebagai evaluator dalam upaya mengidentifikasi pencapaian tahapan kompetensi yang telah dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik yang berada dibawah binaannya. g. Penelitian dan Pengembangan IPTEK Radiografi dan Imejing
Melaksanakan penelitian baik yang bersifat ilmiah akademik maupun ilmiah populer dalam kerangka tugasnya sebagai sumbangan keilmuannya kepada masyarakat. Penelitian yang dilakukan dapat mencakup tentang teknik Radiografi, keselamatan dan kesehatan kerja dengan radiasi, aplikasi manajemen radiologi, reject analisis film dan lain sebagainya yang menyangkut bidang radiologi diagnostik, Terapi dan Kedokteran Nuklir dan hasil penelitian tersebut dapat disosialiasikan/didesiminasikan guna peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi radiologi.
h. Pengembangan Diri
Melakukan pengembangan profesionalisme secara terus-menerus melalui pendidikan formal dan atau non formal, pendidikan dan pelatihan ilmiah secara berkala dan berkelanjutan sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki dan atau disiplin ilmu lainnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan radiologi, seminar, workshop dan lain sebagainya baik di dalam maupun diluar negeri.
i. Pengabdian Kepada Masyarakat
Melakukan pengabdian kepada masyarakat melalui penyuluhan tentang manfaat dan bahaya radiasi yang mungkin timbul akibat pemanfaatan radiasi, membuat standar-standar pemeriksaan pelayanan radiologi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan radiologi yang membutuhkan, mengukur tingkat paparan radiasi, mengadakan pemeriksaan kesehatan melalui Mass Chest Survey, donor darah dan lain sebagainya.
j. Konsultasi Teknik Pelayanan Radiologi
Melakukan konsultasi teknis tentang peningkatan mutu pelayanan radiologi, Teknik Radiografi, Proteksi Radiasi, Proteksi Ruang Radiasi, pengolahan limbah hasil proses pelayanan radiografi dan Quality Assurance radiology.


 3. FUNGSI RADIOGRAFER
  1. Sesuai dengan tugas serta kemampuan dan kewenangan (kompetensi) yang dimilikinya, radiografer mempunyai fungsi yang strategis sebagai salah satu pengelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan dlbidang radiologi diantaranya adalah sebagai berikut:
  2. mengerti dan memahami visi dan misi organisasi tempat kerja dan organisasi profesi serta selalu berusaha agar visi dan misi tersebut dapat terlaksana dengan berupaya melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya, baik sebagai anggota profesi, anggota akademis maupun sebagai bagian dari anggota masyarakat.
  3. meningkatkan jaminan kualitas pelayanan radiologi sesuai dengan perkembangan IPTEK dibidang kedokteran.
  4. meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja bagi penyelenggara pelayanan radiologi
  5. meningkatkan upaya proteksi radiasi untuk mencegah meningkatnya tingkat paparan radiasi dalam lingkungan sehingga dapat meningkatkan keselamatan serta kesehatan masyarakat dan lingkungan dari kemungkinan paparan radiasi yang beasal dari alat dan atau sumber radiasi yang dimanfaatkan untuk keperluan kesehatan.
  6. meningkatkan teknik dan prosedur manajemen perlakuan zat radioakif dan atau sumber radiasi lainya sehingga mampu mencegah atau mengurangi kemungkinan darurat radiasi.
  7. meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya sehingga memungkinkan manfaat radiasi semakin besar dibandingkan dengan resiko bahaya yang ditimbulkan.
  8. meningkatkan pengawasan, monitoring dan evaluasi ketaatan pekerja radiasi terhadap teknik dan prosedur kerja dengan zat radioaktif dan atau sumber radiasi lainnya sebagai suatu proses, sehingga tercapai pelayanan yang tepat guna (efektif dan efisien) dan professional.
  9. meningkatkan upaya jaminan kualitas radiologi termasuk sistem pemeliharaan sarana, prasarana dan peralatan radiologi sebagai upaya peningkatan kualitas hasil layanan radiologi dalam bentuk rekam medik radiologi dan Imejing.
  10. meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya evaluasi pelayanan kepada masyarakat melalui pengadaan kotak saran, angket/kuisioner dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan radiologi clan rnengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan.
II. STANDAR PENDIDIKAN RADIOGRAFER
Pendidikan Radiografer saat ini dikernbangkan melalui jalur vokasional, yaitu pendidikan Diploma III dan pendidikan Diploma IV serta mempersiapkan pendidikan lanjutan untuk spesialis I dan spesialis II. Sedangkan untuk jalur akademik, yaitu pendidikan Sarjana, SI, S2 dan S3 (Doktor/Ph D) pada saat ini belum dapat direalisasikan. Namun demikian, dalam mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan prima di bidang radiologi maka persiapannya sudah dilakukan baik penyusunan kompetensi, kurikulum sampai pada naskah akademik.
Tenaga Radiografer di Indonesia saat ini ketersediannya secara formal memiliki ijazah : Asisten Rontgen (ASRO), Akademi Penata Rontgen (APRO), Pendidikan Ahli Madya Radiodiagnostik dan Radioterapi (PAM-RR), Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (ATRO), Diploma III Teknik Radiologi, Diploma IV Teknik Radiologi, Politeknik Jurusan Radiodiagnostik dan Radioterapi.
a. Definisi Pendidikan Radiografer
i. Pendidikan Radiografer adalah penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan menghasilkan tenaga Radiografi (Radiografer) yang memiliki ilmu pengetahuan di bidang radiografi dan imejing yang dilandasi moral dan etika ;
ii. Pendidikan Radiografer sebagaimana di maksud di atas merupakan proses belajar berkesinambungan dan berkelanjutan, di mulai saat masuk pendidikan dan berakhir saat berhenti rnenjadi Radiografer.
b. Penyelenggaraan Pendidikan Radiografer
i. Penyelenggaraan Pendidikan Radiografer adalah suatu institusi pendidikan yang telah di akreditasi untuk menyelenggarakan pendidikan Radiografer dan mendapat rekomendasi dari organisasi profesi;
ii. Penyelenggaraan pendidikan Radiografer diselenggarakan oleh lembaga formal ;
iii. Penyelenggaraan pendidikan Radiografer berkelanjutan dilaksanakan oleh lernbaga pendidikan baik formal maupun non formal (organisasi profesi) melalui pendidikan jenjang, pelatihan, workshop dan sejenisnya.
c. Jenjang dan Kualifikasi
i. Jenjang dan Kualifikasi pendidikan Radiografer ditetapkan oleh organisasi profesi (atau nantinya oleh Konsil Radiografer Indonesia) atas dasar pengembangan ilmu dan teknologi radiografi dan imejing, serta kebutuhan masyarakat akan pelayanan bidang radiologi maupun atas usulan lembaga-lembaga terkait bidang radiologi;
ii. Jenjang pendidikan Radiografer di Indonesia berkembang mulai dari ASRO (setingkat SMU), APRO/ATRO/Poltekkes Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi (setingkat D-lll), Teknik Radiologi
(setingkat D-IV) dan sedang diupayakan Teknik Radiologi dan Imejing (Strata Satu);
iii. Jenjang pendidikan Radiografer di bedakan menurut Kompetensi lulusannya dengan tetap mengacu kepada 3 (tiga) pilar kemampuan, yaitu : pengetahuan, keterampilan dan sikap ;
iv. Kurikulum pendidikan Radiografer disusun berdasarkan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan atas usulan organisasi dan profesi serta institusi terkait;
v. Setiap Radiografer yang berpraktek wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan radiografi dan imejing berkelanjutan yang diselengarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang terakreditasi oleh organisasi profesi dalam penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknlogi bidang radiologi ;
vi. Pendidikan dan pelatihan Radiografer berkelanjutan dilaksanakan dengan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Ahli Radiografi Indonesia (PARI).

d. Pengelolaan dan Pelaksanaan
Pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan Radiografer menjadi tangurig jawab Departemen Teknis, Pengelola Pendidikan dan Organisasi Profesi (dan nantinya oleh Konsil Radiografer Indonesia).

III. STANDAR KOMPETENSI RADIOGRAFER
A. Definisi
1. Standar kompetensi Radiografer merupakan penjabaran yang utuh dan cermat meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan Radiografer dalam rnenjalankan peran, fungsi dan kewenangannya sebagai Radiografer.
2. Standar Kompetensi Radiografer adalah pernyataan-pernyataan mengenai pelaksanaan tugas di tempat kerja yang digambarkan dalam bentuk hasil keluaran, mengenai:
  • · Apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh Radiografer
  • · Tingkat kesempurnaan pelaksanaan kerja yang diharapkan dan Radiografer.
  • · Bagaimana menilai bahwa kemampuan Radiografer telah berada pada tingkat yang diharapkan.
3. Kompetensi Radiografer adalah kemampuan seorang Radiografer dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan standar pendidikan Radiografer yang ditetapkan oleh organisasi profesi, yaitu Persatuan Ahli Radiografi Indonesia.
B. Manfaat
1. Pada Tingkat Nasional
a. Lebih effisien dalam biaya dan membuat pendidikan dan pelatihan keterampilan lebih relevan ;
b. Pembentukan keterampilan yang lebih baik antara pelatihan, penilaian dan pemberian sertifikat;
c. Penilaian yang lebih konsisten ;
d. Adanya hubungan yang lebih baik antara pelatihan, penilaian dan pemberian sertifikat;
e. Kemungkinan diakuinya pelajaran-pelajaran yang telah diterima sebelumnya.
2. Pada Tingkat Pelayanan di Rumah Sakit
a. Pengidentifikasian yang lebih baik mengenai keterampilan yang dibutuhkan ;
b. Pemahaman yang lebih baik mengenai hasil pelatihan ;
c. Berkurangnya pengulangan dalam usaha pengadaan pelatihan ;
d. Peningkatan dalam perekrutan tenaga baru ;
e. Penilaian hasil pelatihan yang lebih konsisten dan dapat diandalkan;
f. Pengidentifikasian kompetensi di tempat kerja yang lebih akurat.
C. Pelaksanaan
1. Dalam upaya menjamin seorang Radiografer memiliki kompetensi sesuai dengan standar pendidikan Radiografer, maka penyelenggara pendidikan maupun pelatihan haru dalam pengawasan PARI dan berdasarkan standar kornpetensi yang telah ditetapkan.
2. Standar kornpetensi harus merupakan bagian pokok dari kurikulum pendidikan Radiografer secara utuh.
3. Standar Kompetensi Radiografer harus dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum pendidikan lanjut Radiografer, untuk mengetahui dan atau menguji kualifikasi dan standarisasi Radiografer yang akan menjalankan praktek radiografi dan imejing di masyarakat.
4. Dalam pelaksanaannya standar kornpetensi Radiografer dijabarkan dalam struktur standar kompetensi sesuai dengan fungsi ;
a. Kompetensi untuk fungsi pelaksana,
b. Kompetensi untuk fungsi manajerial / pengelola.
c. Kompetensi untuk fungsi pendidik dan pembimbing.
d. Kompetensi untuk fungsi peneliti dan penyuluh.
e. Kornpetensi untuk fungsi kewirausahaan/enterpreneurship.
D. Penjabaran Standar Kompetensi Sesuai Fungsi
1. Kompetensi Untuk Fungsi Pelaksana
a. Kelompok Unit Kompetensi Radiodiagnostik Konvensional.
1) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Alat Gerak Atas (Ext. Superior);
2) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Alat Gerak Bawah (Ext. Inferior);
3) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Perut / Abdomen;
4) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Dada / Thorax;
5) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Tulang Belakang / Columna Vertebralis;
6) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Kepala/Schedel;
7) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Tulang Wajah/Facial Bone;
8) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Tulang Panggul/Pelvis;
9) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Bone Survey;
10) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Gigi Geligi dan Panoramic;
11) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Saluran Pernapasan/Tr. Respiratorius;
12) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Saluran Pencernaan/Tr. Digestifus;
13) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Saluran Perkencingan/Tr. Urinarius;
14) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Sistim Reproduksi/Tr. Genitalia;
15) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Sistim Persyarafan/Tr. Neurologis;
16) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Sistim Hormon/Tr. Billiaris;
17) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Sistem Pembuluh Darah Arteri/Arteriografi;
18) Unit Kompetensi Melaksanakan Radiografi Sistem Pembuluh Darah Vena/Venografi.
19) Unit Kompetensi Upaya Proteksi Radiasi
20) Unit Kompetensi Implementasi QA/QC
b. Kelompok Unit Kompetensi Imejing CT Scan
1) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan kepala/otak.
2) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan sinus paranasal.
3) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan nasopharynk.
4) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan orbita.
5) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan leher.
6) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan abdomen.
7) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan thorax.
8) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan tulang belakang.
9) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan pelvis.
10) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan alat gerak atas.
11) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan alat gerak bawah.
12) Unit Kompetensi Upaya Proteksi Radiasi
13) Unit Kompetensi Implementasi QA/QC
c. Kelompok Unit Kompetensi Imejing MRI
1) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan kepala.
2) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan otak.
3) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan leher.
4) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan mediastinum
5) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan thorax,
6) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan abdomen.
7) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan tulang belakang.
8) Unit kompetensi melaksanakan pemeriksaan muskuloskeletal.
9) Unit Kompetensi Implementasi QA/QC
d. Kelompok Unit Kompetensi Imejing USG
1) Unit kompetensi melaksanakan scanning liver.
2) Unit kompetensi melaksanakan scanning empedu.
3) Unit kompetensi melaksanakan scanning ginjal.
4) Unit kompetensi melaksanakan scanning pankreas.
5) Unit kompetensi melaksanakan scanning limpa.
6) Unit kompetensi melaksanakan scanning aorta abdominalis.
7) Unit kompetensi melaksanakan scanning vena cava inferior.
8) Unit kompetensi melaksanakan scanning pelvis.
9) Unit kompetensi melaksanakan scanning obstetric.
10) Unit kompetensi melaksanakan scanning payudara.
11) Unit kompetensi melaksanakan scanning thyroid
12) Unit kompetensi melaksanakan scanning scorotum.
13) Unit kompetensi melaksanakan scanning Neonatal.
14) Unit kompetensi melaksanakan scanning Appendix.
15) Unit Kompetensi Implementasi QA/QC
e. Kelompok Unit Kompetensi Bidang Radioterapi
1) Unit kompetensi melaksanakan teknik radiasi eksterna.
2) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi kuratif.
3) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi valiatif,
4) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi pra-bedah.
5) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi pasca bedah.
6) Unit kompetensi melaksanakan teknik radiasi interna.
7) Unit kompetensi melaksanakan teknik afterloading,
8) Unit kompetensi melaksanakan teknik intra caviter.
9) Unit kompetensi melaksanakan teknik inflantasi.
10) Unit kompetensi melaksanakan teknik radiasi sistemic.
11) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi total body
irradiation.
12) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi hemi body.
13) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi sterios static,
14) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi total skin
irradiation.
15) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi intra
operative.
16) Unit kompetensi melaksanakan teknik radioterapi IMRT.
17) Unit Kompetensi Upaya Proteksi Radiasi
18) Unit Kompetensi Implementasi QA/QC
f. Kelompok Unit Kompetensi Bidang Kedokteran Nuklir
1) Unit kompetensi melaksanakan scanning liver.
2) Unit kompetensi melaksanakan scanning empedu.
3) Unit kompetensi melaksanakan scanning ginjal.
4) Unit kompetensi melaksanakan scanning pankreas.
5) Unit kompetensi melaksanakan scanning limpa.
6) Unit kompetensi melaksanakan scanning aorta abdominalis.
7) Unit kompetensi melaksanakan scanning vena cava inferior.
8) Unit kompetensi melaksanakan scanning pelvis.
9) Unit kompetensi melaksanakan scanning obstetric.
10) Unit kompetensi melaksanakan scanning whole body.
11) Unit Kompetensi Upaya Proteksi Radiasi
12) Unit Kompetensi Implementasi QA/QC
2. Kompetensi Untuk Fungsi Manajerial/Pengelola
  1. Unit Kompetensi melaksanakan pengelolaan Pelayanan Radiografi Konvensional
  2. Unit Kompetensi melaksanakan pengelolaan Pelayanan CT Scan
  3. Unit Kompetensi melaksanakan pengelolaan Pelayanan MRI
  4. Unit Kompetensi melaksanakan pengelolaan Pelayanan USG
  5. Unit Kompetensi melaksanakan pengelolaan Pelayanan Radioterapi
  6. Unit Kompetensi melaksanakan pengelolaan Pelayanan Kedokteran Nuklir
IV. KODE ETIK RADIOGRAFER
A. Mukadimah
Ahli Radiografi adalah salah satu profesi yang baik langsung maupun tidak langsung ikut berperan didalam upaya menuju kesejahteraan fisik material dan mental spiritual bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, segala sesuatu yang menyangkut profesi Ahli Radiografi selalu berorentasi kepada tuntutan masyarakat.
Ahli Radiografi adalah suatu profesi yang melakukan pelayanan kepada masyarakat, bukanlah profesi yang semat-mata pekerjaan untuk mencari nafkah, akan tetapi merupakan pekerjaan kepercayaan, dalam hal ini kepercayaan dari masyarakat yang memerlukan pelayanan profesi, percaya kepada ketulusan hati, percaya kepada kesetiaannya dan percaya kepada kemampuan profesionalnya.
Adanya limpahan dari anggota masyarakat tersebut, menuntut setiap anggota profesi agar dalam mempersembahkan pelayanan dengan cara yang terhormat, dengan disadari sepenuhnya bahwa anggota profesi selain memikul tanggung jawab kehormatan pribadi, juga memikul tanggung jawab terhadap kehormatan profesi dalam mengamalkan pelayanannya. Dan disamping itu juga dengan penuh kesadaran bahwa pelayanannya merupakan bagian dari usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh sebab itu Anggota Profesi Ahli Radiografi memandang perlu menyusun rumusan-rumusan sebagai petunjuk dengan harapan dapat menjadi ikatan moral bagi anggota – anggotanya. Dan anggota Profesi Radiologi menyadari sepenuhnya bahwa hanya karena bimbingan Tuhan Yang Maha Esa anggota Profesi Ahli radiografi dapat melaksanakan tugas pengabdiannya demi kepentingan kemanusiaan, bangsa dan Negara dengan berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

B. Kewajiban Umum
1. Setiap Ahli Radiografi didalam melaksanakan pekerjaan profesinya tidak dibenarkan membeda-bedakan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, jenis kelamin, agama, politik serta status sosial kliennya
2. Setiap Ahli radiografi didalam melaksanakan pekerjaan profesinya selalu memakai standard profesi
3. Setiap Ahli radiografi Indonesia didalam melaksanakan pekerjaan profesi, tidak dibenarkan melakukan perbuatan yang dipengaruhi pertimbangan keuntungan pribadi
4. Setiap Ahli radiografi Indonesia didalam melaksanakan pekerjaan profesinya, selalu berpegang teguh pada sumpah jabatan dan kode etik serta standard profesi Ahli Radiografi
C. Kewajiban Terhadap Profesinya
1. Ahli Radiografi harus menjaga dari menjunjung tinggi nama baik profesinya
2. Ahli Radiografi hanya melakukan pekerjaan radiografi, Imejing dan radioterapi atas permintaan Dokter dengan tidak meninggalkan prosedur yang telah digariskan
3. Ahli Radiografi tidak dibenarkan menyuruh orang lain yang bukan Ahlinya untuk melakukan pekerjaan radiografi, Imejing dan Radioterapi.
4. Ahli Radiografi tidak dibenarkan menentukan diagnosa Radiologi dan perencanaan dosis Radioterapi
D. Kewajiban Terhadap Pasien
1. Setiap Ahli radiografi dalam melaksanakan pekerjaan profesinya senantiasa memelihara suasana dan lingkungan dengan menghayati nilai-nilai budaya, adat istiadat, agama dari penderita, keluarga penderita dan masyarakat pada umumnya.
2. Setiap Ahli radiografi dalam melaksanakan pekerjaan profesinya wajib dengan tulus dan ikhlas terhadap pasien dengan memberikan pelayanan terbaik terhadapnya. Apabila ia tidak mampu atau menemui kesulitan, ia wajib berkonsultasi dengan teman sejawat yang Ahli atau Ahli lainnya.
3. Setiap Ahli radiografi wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui baik hasil pekerjaan profesinya maupun dari bidang lainnya tentang keadaan pasien, karena kepercayaan pasien yang telah bersedia dirinya untuk diperiksa
4. Setiap Ahli Radiografi wajib melaksanakan peraturan-peraturan kebijakan yang telah digariskan oleh Pemerintah di dalam bidang kesehatan
5. Setiap Ahli Radiografi demi kepentingan penderita setiap saat bekerja sama dengan Ahli lain yang terkait dan melaksanakan tugas secara cepat, tepat dan terhormat serta percaya diri akan kemampuan profesinya
6. Setiap Ahli Radiografi wajib membina hubungan kerja yang baik antara profesinya dengan profesi lainnya demi kepentingan pelayanan terhadap masyarakat
E. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri
1. Setiap Ahli Radiografi harus menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya baik terhadap bahaya radiasi maupun terhadap penyakitnya.
2. Setiap Ahli Radiografi senantiasa berusaha meningkatkan kemampuan profesinya baik secara sendiri-sendiri maupun bersama dengan jalan mengikuti perkembangan iimu dan teknologi, meningkatkan keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi pelayanan terhadap masyarakat.

 
V. PENUTUP


Demikianlah Standar Profesi Radiografer ini dipersembahkan untuk seluruh radiografer di Indonesia agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas profesi dengan baik dan benar sesuai ketentuan standar pelayanan kesehatan bidang radiologi sehingga pelayanan kesehatan prima dapat terwujud.
Standar Profesi radiografer ini di susun dengan memperhitungkan kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karenanya senantiasa memungkin untuk di revisi dan dilengkapi sesuai kebutuhan tuntutan pelayanan.
Akhirnya semoga standar profesi ini dapat dipergunakan oleh seluruh radiografer Indonesia dan bermanfaat bagi eksistensi wewenang, tugas dan fungsinya sebagai radiografer.



MENTERI KESEHATAN


DR.dr. SITI FADILAH SUPARI. Sp.J(K)

Sumber: http://darmayusa.wordpress.com/

Jumat, 17 Februari 2012

TEKNIK BLEACHING GIGI VITAL


A.           Macam-Macam Teknik Bleaching
Menurut Walton (1997) ada 2 macam teknik bleaching yaitu
1.             Teknik Eksternal
Untuk teknik pemutihan secara eksternal (mouthguard bleaching) digunakan untuk gigi vital yang mengalami perubahan warna hanya pada permukaan email. Perubahan warna email misalnya karena proses penuaan, kebiasaan minum kopi atau teh, dan kebiasaan merokok.
Teknik ini juga lazim untuk gigi yang berwarna kecoklatan, karena menderita fluorosis (akibat air mengandung fluorida) ringan atau perubahan warna intrinsik yang ringan. Perubahan warna bisa karena penyerapan tetrasiklin pada masa pembentukan gigi, yaitu gigi berwarna kuning muda, coklat atau abu-abu muda yang merata sampai batas insisal. Teknik eksternal ini ada 2 macam yaitu office bleaching dan home bleaching (Ascheim, K.W, 2001)
2.             Teknik Internal
Teknik pemutihan gigi secara internal dilakukan pada gigi yang telah mendapat perawatan saluran akar. Terdapat beberapa teknik yang dipakai dalam perawatan bleaching secara intra koronal di antaranya teknik walking bleach yang dipakai dalam semua keadaan yang memerlukan teknik pemutihan secara internal. Ada pula teknik thermokatalitik yang melibatkan pelekatan bahan oksidator di dalam kamar pulpa dan penggunaan panas. Sementara teknik foto-oksidasi ultraviolet dengan memanfaatkan lampu ultraviolet yang diletakkan pada permukaan labial gigi yang akan diputihkan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam suatu proses bleaching, antara lain faktor penyebab perubahan warna gigi, indikasi yang tepat, partisipasi pasien yang aktif selama perawatan, motivasi pasien dalam melakukan perawatan, kondisi pasien selama perawatan, terutama dalam respon muntah dan pengunaan jumlah bahan pemutih, serta lama pemakaian. (Martin Dunitz, 2001)


B.            Indikasi dan Kontraindikasi Teknik Bleaching Pada Gigi Vital
1.      Indikasi
Bleaching ekstra koronal biasa dilakukan terhadap gigi vital yang mengalami perubahan warna (baik kongenital maupun perkembangan). Pemutihan pada gigi vital dapat dilakukan pada keadaan :
-          pewarnaan tetrasiklin yang ringan pada gigi yang saluran akarnya telah menutup sempurna
-          fluorosis ringan
-          gigi dengan saluran akar yang telah menutup sempurna dengan tujuan fungsi estetis
(Heasman, 2003)
-          Dapat pula digunakan pada saat sebelum prosedur restorasi gigi (Paravina dan Powers, 2004).

2.      Kontraindikasi
Gigi vital yang tidak dapat dilakukan pemutihan adalah gigi vital dengan kondisi :
-          Ruang pulpa besar dimana mengakibatkan gigi sensitif
-          Saluran akar yang masih terbuka
-          Adanya pengikisan email
-          Restorasi yang luas
-          Alergi peroksida (Goldstein, 1998)
-          Gigi yang mengalami karies yang tidak direstorasi
-          Restorasi yang rusak
-          Sensitivitas gigi yang sudah dirasakan sebelumnya (Paravina dan Powers, 2004).

C.           Teknik Bleaching pada Gigi Vital
1.    Teknik Pemutihan dengan Lampu Pemanas
Efek pemutihan teknik ini diperoleh dari proses oksidasi kimia yang diinduksi laser, yang secara cepat akan memecah hidrogen peroksida menjadi oksigen dan air. Macam laser yang digunakan ada dua yakni laser argon yang memancarkan sinar biru (yang terlihat) dengan panjang gelombang 480 nm dan laser CO2 yang memancarkan sinar inframerah pada panjang gelombang 10.600 nm. Laser argon diabsorbsi oleh warna-warna gelap sehingga dapat dengan mudah memutihkan warna kuning-coklat, sementara laser CO2 yang tidak mempunyai afinitas dengan warna akan memancarkan panas sehingga dapat meningkatkan efek pemutihan yang diawali oleh laser argon.
Laser-laser ini didesain agar bekerja sama dengan katalis komersial yang telah dipatenkan. Katalis ini diaplikasikan pada permukaan luar gigi yang akan diputihkan. Namun kombinasi katalis dengan peroksida adalah kombinasi yang berbahaya sehingga jaringan lunak yang terbuka, mata, atau pakaian harus dilindungi dengan baik.
Gabungan penggunaan laser argon dan CO2 dapat secara efektif mengurangi noda intrinsik pada dentin. Laser argon dapat membuang molekul noda tanpa menyebabkan panas yang berlebihan pada pulpawalaupun keefektifannya akan berkurang jika gigi telah memutih. Laser CO2 berinteraksi dengan kombinasi katalis-peroksida secara langsung dan akan menghilangkan noda apapun warnanya.
Mengingat teknik pemutihan dengan lampu pemanas adalah teknik yang relatif baru, penelitian mengenai keamanan dan keefektifannya dalam jangka panjang belum teruji  (Walton dan Torabinejad, 2008).
Berikut tahap pengerjaan bleaching dengan lampu pemanas:
a.         evaluasi umum
b.        pasta protektif dioleskan
b.jpg
c.         isolasi dengan rubberdam

d.       
e.jpg

semua gigi diikat dengan dental floss

e.        
f.jpg

gigi dipoles pasta fluor dan pumice

f.        
g.jpg h.jpg

permukaan email dietsa dengan asam fosfor 35% selama 5-10 detik kemudian dibilas dengan air
      





g.       
j.jpg

gigi ditutup kain kasa, dibasahi H2O2 35%, dipanaskan dengan lampu pemutih (berjarak 15 inchi dari gigi) selama 30 menit. Temperatur lampu dimulai dari 115o F dan terus dinaikkan sampai batas sensitif pasien (maksimal 140o F)
k.jpg

      
h.        gigi dibilas dengan air hangat
i.          rubberdam dilepas
j.          gigi dipoles, diulas pasta fluor
k.       
l.jpg

staining

l.          isolasi gigi dan mulut
2.    Teknik Pemutihan Gigi Yang Fluorosis
Gigi yang mengalami fluorosis disebut juga gigi berbintik-bintik (mottled teeth). Kelainan gigi ini muncul ketika anak mengkonsumsi fluoride yang berlebihan selama pembentukan enamel atau mineralisasi, biasanya terdapat di daerah di mana air minum mengandung lebih dari 1ppm dari Fluorida. Semakin tinggi konsentrasi fluoride diyakini menyebabkan perubahan metabolisme dalam ameloblasts yang mengakibatkan cacat & kalsifikasi matriks yang tidak tepat. Permukaan gigi menjadi porus dan akan menyerap warna di dalam rongga mulut. Klasifikasi fluorosis :
a.    Penggunaan air berfluoride pada tingkat kelas 1ppm yang konstan merupakan penyebab bintik gigi yang paling ringan.
b.    Sangat ringan (Very Mild) : dalam jenis ini ada daerah putih sangat kecil yang kadang-kadang terlihat pada permukaan gigi, tapi tidak melibatkan lebih dari 25% dari permukaan gigi.
c.    Ringan (Mild) : dalam jenis ini ada keterlibatan gigi lebih luas dan melibatkan 50% dari permukaan gigi.
d.   Sedang (Moderate) : gigi memiliki keterlibatan permukaan yang lebih banyak, mengalami atrisi, dan menunjukkan pigmentasi kuning atau coklat.
e.    Berat (Severe) : semua permukaan enamel terlibat,  terdapat noda coklat yang luas, dan permukaan gigi  mengalami korosi. (Walton dan Torabinejab, 1996)
Untuk memperbaiki pewarnaan karena fluorosis ini, cara efektif adalah teknik asam hidroklorik-pumis yang terkontrol atau disebut tehnik pumis asam. Sebetulnya cara ini bukan cara pemutihan gigi murni (oksidasi), melainkan suatu tehnik dekalsifikasi dan pembuangan selapis tipis email yang berubah warna (Walton & Torabinejab, 1996).
Teknik ini disebut sebagai microabrasi, merupakan teknik yang melibatkan penghapusan sejumlah kecil permukaan enamel dan secara klasik menggabungkan 'abrasi' dengan instrumen gigi dan 'erosi' dengan campuran asam. Maksimal enamel yang dapat terhapus dengan teknik ini adalah 100 pM. Tes kepekaan pra-operasi, radiografi dan foto-foto disarankan sebelum perawatan. Jika hasil klinis tidak memuaskan maka perawatan tidak diulang dan diberikan perawatan alternatif.

Berikut prosedur teknik Hydrochloric Acid / Pumice Microabrasion :
1.      Bersihkan gigi untuk diobati dengan pumice dan air, cuci dan keringkan.
2.      Mengisolasi gigi yang akan diobati dengan rubber dam dan mengoleskan vaselin pada gingiva sebelum untuk aplikasi rubber dam atau cat pernis copalite sekitar leher gigi setelah bendungan aplikasi.
3.      Campurkan asam klorida 18 % dengan pumice, kemudian dioleskan pada permukaan labial dengan slowly rotating rubber prophylaxis cup atau tongkat kayu atau instrumen plastik datar dengan gerakan memutar. Diusapkan di atas permukaan selama 5 detik. Cuci selama 5 detik dengan air dan untuk menetralisir asam digunakan campuran natrium bikarbonat dan air . Ulangi sampai noda berkurang, sampai maksimum 10  aplikasi x 5detik per gigi.
4.      Teteskan fluoride pada gigi dan diamkan selama 3 menit.
5.      Lepas rubber dam.
6.      Poles gigi dengan cakram soflex dan pasta poles.
7.      Evaluasi di satu bulan untuk pengujian sensibilitas dan foto. Analisis efektivitas microabrasion harus ditunda selama sekitar satu bulan pasca perawatan karena penampilan gigi akan terus meningkatkan dalam waktu 1 bulan.
8.      Review di enam bulan untuk memeriksa status pulpa.


Keuntungan:
1) HCl mengetsa email gigi, namun tidak menembus/tidak berpenetrasi.
2) Tidak merusak struktur gigi.
3) Sangat sedikit kemungkinan terjadinya sensitivitas gigi pasca - operasi.
4) Aplikasi panas tidak diperlukan.
5) Sangat ekonomis.
Kelemahan:
1) Membutuhkan sesi decolorise yang berulang. 
2) Bleaching pada  gingiva dapat terjadi dan reversibel dalam waktu setengah jam.
3) Tidak diketahui durasi pengobatan dengan pasti.

3.    Night Guard Bleaching
Teknik  nightguard vital bleaching atau disebut juga supervised home dental whitening atau home bleaching. Pada dasarnya merupakan tehnik pemutihan di rumah (home bleaching), biasa disebut juga teknik pemutihan dengan matriks. Tehnik  ini dapat dilakukan pada malam hari saat tidur yang disebut nightguard vital bleaching atau dipakai 1-2 jam pada siang hari. Teknik ini biasanya dipakai pada perubahan warna gigi yang ringan. Teknik home bleaching menggunakan suatu alat yang menyerupai protesa yang disebut tray atau night guard dan dilakukan oleh pasien di rumah, di bawah pengawasan dokter gigi dengan konsentrasi karbamid peroksida 10-15%. Karbamid peroksida 10% sebanding dengan 3% hidrogen peroksida.
Prosedurnya sederhana, ekonomis, hasilnya optimal,presentasi keberhasilannya tinggi, dapat memotivasi pasien untuk lebih memelihara kesehatan giginya dan waktu kunjungan pun singkat. Pasien harus memahamiprosedur perawatan, efek samping dan hasil akhir yang akan dicapai. Perubahan akan terlihat setelah 2-3 minggu dan hasil akhir terlihat setelah 5-6  minggu. Stabilisasiwarna dapat berlangsung satu sampai tiga tahun dan dapat dilakukan perawatan ulang.Berbagai literatur telah membuktikan efektivitas teknik  Home bleaching dan pada percobaan klinis sekitar 91% terbukti sukses. Teknik home bleaching mempunyai  prognosis cukup baik dan efek samping sangat minimal. Efek samping lebih banyak terjadi karena ketidak akuratan pada tray-nya (Walton, 2008)
Prosedur mouthguard bleaching adalah sebagai berikut (Walton & Torabinejab, 1996) :
a.       Pasien diberi penjelasan, lakukan profilaksis, dibuat foto permulaan dan selama  perawatan.
b.       Gigi dicetak, dibuat model lengkung rahang dari gips batu. Dua lapis relief dies diulaskan pada bagian bukal cetakan gigi untuk membentuk reservoir bagi bahan pemutih.
c.       Matriks plastik lunak setebal 2 mm dibuat dan dirapikan dengan gunting sampai 1 mm melewati tepi ginggiva.


d.      Mouthguard dicoba pada mulut, lalu diangkat dan bahan pemutih dimasukkan kedalam ruangan dari setiap gigi yang akan diputihkan. Kemudian mouthguard dipasang atas gigi dalam mulut dan kelebihan bahan pemutih gigi dibuang.
e.       Pasien harus dibiasakan menggunakan prosedur ini, biasanya 3-4 jam sehari dan bahan pemutih diisi kembali setiap 30-60 menit.
f.        Perawatan dilanjutkan selama 4-24 minggu, pasien diperiksa setiap 2 minggu.
Ada berbagai desain tray, dan pilihan tergantung pada produk yang digunakan, kepentingan pasien atau kebiasaan, keselarasan urutan gigi dan status gingiva mereka. Desain tray dapat bergigi untuk mengikuti margin gingiva bebas dan mengandung reservoir atau memiliki ruang untuk mengurangi kesesakan.
 
Tray tidak bergigi memberikan segel lebih baik dan lebih nyaman, serta menjadi lebih mudah untuk ditiru atau difabrikasi. Namun, konsentrasi peroksidanya lebih tinggi sehingga dapat menyebabkan iritasi gingiva.
Prognosis jangka panjang dari mouthguard bleaching masih belum diketahui, walaupun keefektifannya jangka pendeknya sangat baik. Kembalinya perubahan warna tidak lebih cepat dibandingkan dengan teknik lain.
Jika teknik ini dilakukan dengan prosedur yang benar maka teknik bleaching ini relative aman dan tidak begitu mengganggu email yang sehat. Efek yang tidak diharapkan seperti rasa tidak enak, rasa terbakar pada jaringan mulut, dan sensitifnya gigi merupakan hal yang sering dijumpai. Efek seperti ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan hilang dalam beberapa hari. Namun, harap diwaspadai jika gel pemutih tertelan dalam jumlah yang banyak. Dari penelitian pada hewan terungkap bahwa gel yang tertelan dalam jumlah yang banyak bersifat toksis dan akan mengiritasi jaringan saluran cerna dan saluran pernafasan. Apabila gel pemutih mengandung Carbopol, yang dimaksudkan untuk memperlambat lepasnya oksigen dari peroksida akan bersifat lebih toksik jika tertelan (Haywood, 1992).
Home bleaching dilakukan pasien dengan pengarahan dan pemantauan oleh dokter gigi, akan tetapi terdapat beberapa efek samping yang mungkin terjadi yaitu iritasi gingiva, hipersensitif sementara pada gigi bagian servikal, mual jangka pendek, bruksisme atau alergi terhadap bahan pemutihnya dan nyeri pada regio TMJ.
Peroksida mungkin dapat berpenetrasi dengan baik ke dalam pulpa melalui restoratik estetik, jumlah dan efeknya mungkin tidak bermakna. Namun, beberapa penelitian yang ada sudah dibuktikan bahwa adanya kerusakan pada resin komposit. Oleh karena itu, pasien diberitahu bahwa tambalan komposit yang ada didalam mulutnya mungkin harus diganti setelah perawatan pemutihan dilakukan. Juga terdapat laporan , bahwa bahan bleaching dapat mendorong pelepasan merkuri pada tumpatan amalgam sehingga dapat memperpanjang kemungkinan terpajannya pasien pada produk-produk yang toksik. Walaupun gel pemutih terutama diaplikasikan pada gigi-gigi anterior, berkurangnya gel dengan tumpatan amalgam pada premolar ataupun molar masih mungkin terjadi. Oleh karena itu, ada baiknya sebelum dilakukannya perawatan dilapisi terlebih dahulu dengan Copalite (Deliperi, 2008).